Apa kabar hari ini? Semoga harimu selalu dalam kebaikan. Masihkah mengenaliku? Aku yang dulu banyak bercerita tentang kekhawatiran. Kepadamu aku menyebut sebagai dokter pikiran, yang selalu tau diagnosa otakku sebelum aku mulai bercerita. Malam ini… More
Mimpi
Kamis pagi aku terbangun dari tidur yang betul betul berkepanjangan. Kudapati diriku lusuh dalam balut selimut seadanya, anakku masih
“Bangun, waktu bermimpimu sudah habis!” katanya.
.
Aku membatin, sedalam apakah aku bermimpi tadi.
.
“Hei pagi, kurasa tidurku baru beberapa menit, mimpi mimpiku juga masih jauh dari ujud, aku baru sampai di penjajakan mimpi ketiga, yakni membuatkan Ayah Ibuku sebuah ayunan. Baru kupotong bilahnya, kau sudah memintaku bangun. Apa apaan!”
.
“Salahmu sendiri, kau menaiki anak tangga terlalu lama. Lena dalam setiap pijakannya. Apa perlu di setiap tanjakan kau menikmati pemandangan berlama lama? Tanggamu masih jauh, harusnya kau bisa bergesa sedikit.” Jawabnya.
.
“Nyatanya pemandangan hidup di setiap anak tangga itu sangat indah, selalu bikin lena, mana bisa aku asal lewat?”
.
Pagi diam saja tak menjawab meski hanya sepatah kata.
.
Sadarku kemudian, aku memang terlalu lamban, kurasa terlalu lama dalam setiap pijakan, membuat semua mimpi mimpiku kemudian putus begitu saja. Baru sampai membayangkan senyum Ayah Ibu, aku sudah dibangunkan.
.
“Jadi, bolehkah aku tidur lagi? Bisakah aku menjadi mimpi yang tak bangun bangun?” pintaku mengakhiri.
Banyumas, 08 Agustus 2019
Karma Baik
Aku mencintaimu, Sayang! ☘
Aku Mencarimu
Aku mencarimu di ujung halusinasi
Berharap Engkau masih ada bahkan di batas ketidakwarasan
Aku mencarimu di bising pertemuan hujan dan beranda
Berharap Engkau bisa kudapati di setiap selanya
Jalan-jalan yang kulewati kini berbeda
Tidak ada Engkau di setiap markanya
Atau bahkan wangi tengkuk yang sering kupeluk
Aku juga mencarimu di ramai kesibukan
Berharap Engkau seketika datang untuk sekedar memeluk aku yang kelelahan
Purbalingga, 17 Februari 2018
Dalam istirahat.
Langit
Langit belakangan seriak dengan obituari. Ia banyak mendung dan menyimpan sedih di dalam hujan. Wajahnya digambar lewat rupa rupa awan kelabu yang berjejeran. Ketika lelah menanggung beban, maka tumpahlah menjadi rintik sampai ke tanah jauhnya. Aku yakin ia sedang tidak baik baik saja. Atau barangkali dukanya diam diam ia simpan dan semayamkan pada bulan bulan ini. Agar pada bulan bulan berikutnya ia bisa bersinar dalam kemarau panjang. Ah, penciptanya begitu agung. Menjadikannya menangis sampai kering air matanya. Menjanjikannya rupa rupa ceria setelahnya. Kemarin ketika aku berkunjung di balkon kamar, kutatap dalam dalam wajah pasinya. Ia menyunggingkan senyum sedikit, dikatakannya bahwa ia baik baik saja. Hanya agak sedikit berat membawa hujan kemana mana dan harus menunggu sore untuk ditumpahkan.
Andai jadi engkau, barangkali aku sudah gantung diri.
(Mirip Sakal)
Jendela telah kututup
Pintu telah kukunci
Tirai biru telah kubentangkan
Dinding baru telah kubisukan
Menyelinap dari mana rindu ini?
Sampai-sampai ke uluh hati
Wajah dan roma tubuhmu menyerta ke seisi
Purwokerto, 25 September 2017
Dalam hujan sore
Tembok, Angin dan Pak Tua
Manja
Masih banyak tanggal yang perlu kucoret. Sebanyak itu pula aku perlu penghitung rindu. Kekasih, belum inginkah pulang?
Sajak Sehari
Kekasih..
Ada yang lebih pagi dari pada fajar, ialah doa doa untukmu
Ada yang lebih siang dari pada terik, ialah rindu rindu kepadamu
Ada yang lebih sore dari pada awan jingga, ialah pandang pandang ke dalam matamu
Ada yang lebih malam dari pada petang, ialah mimpi mimpi kehilanganmu
Purwokerto, 16 September 2017
Pada subuh.
(Judulnya)
Nafasku sengal di ujung
Urung dari sebuah kematian
Ramah tamah yang kian jauh
Urung dari sebuah keikhlasan
Lupa pula menyapa Tuhan
Waktu malam dalam semayam kekasihan
Impi yang kian menjadi jadi
Dungu yang makin tak kenal sesiapa
Ingat pasal doa dan dosa
Adakah tempat pulang
Nama nama yang kulupa abjadnya
Tua kian pikir dan mata batin
Onanilah mereka semua dalam sepertiga malam terakhir
Purwokerto, 21 Agustus 2017
Sabrina Menari
Pada sore menjelang malam, ketika hari sudah hampir selesai dalam hitung hitungannya tentang memberi sinar, Sabrina menari.
Susur jalan yang kabur dan pandang mata bilur menjadi pelengkap. Nyawanya masih menyadar diri tentang salah laku berkali kali. Bata bata bangunan yang ia tumpuk sendiri seketika jadi puing sebab tariannya. Ia hancurkan sejadi jadinya. Sampai lupa tawa di instumen pengiring, sampai tak ingat jari jari kakinya mulai berdarah. Bangunan kokoh yang ia dirikan sendiri seketika jadi puing sebab tariannya.
Sampai lupa di mana ia. Sabrina menangis sejadi jadinya. Sampai tak ingat di mana ia. Sabrina hanya ingin instrumen pengiring berhenti berbunyi. Sampai lupa ia harus menari. Sabrina hanya ingin berhenti menari. Biar ditumpuknya bata bata bangunan kembali. Biar ia tak menjadikannya hancur lebih lagi.
Purwokerto, 03 Agustus 2017